Kamis, 30 Agustus 2007

Essei Tana Luwu




KEDATUAN LUWU


Oleh Armin Mustamin Toputiri


“Luka taro datu, telluka taro adek,
Luka taro adek, telluka taro anang,
Luka taro anang, telluka taro to maega”


Demikian rangkaian kata bermakna yang berwujud menjadi bagian prinsipil terhadap tegaknya tata nilai dan terbangunnya tatanan yang demokratis dalam suatu komunitas sistem pemerintahan Kedatuan Luwu di masa lampau, yang artinya: ”Batal ketetapan raja, tak batal ketetapan pemangku adat. Batal ketetapan pemangku adat, tak batal ketetapan kepala-kepala keluarga besar di daerah-daerah. Batal ketetapan keluarga-keluarga besar, tak batal ketetapan orang banyak.
Aturan yang menjadi tata nilai ini, memberikan gambaran: Pertama, bahwa komunitas masyarakat Kedatuan Luwu sesungguhnya memiliki kisah peradaban tinggi di masa lampau, ditandai dengan dianutnya suatu bentuk stratifikasi kelembagaan sosial, yakni, (1) adanya Datu sebagai pucuk pimpinan, (2) adanya para Pemangku Adat sebagai penjaga tatanan atas tata nilai, (3) adanya para Kepala-Kepala Keluarga Besar sebagai bagian dari perpanjangan tangan kepemimpinan Datu terhadap Orang Banyak, serta (4) adanya Orang Banyak, sebagai suatu komunitas masyarakat kedatuan
Kedua, bahwa keempat komponen itu kemudian diikat oleh sutu tata nilai yang dihormati dan dijunjung tinggi secara bersama, sebagai perisai untuk menjaga keberlangsungan tatanan dan peradaban sosial komunitas kedatuan. Ketiga, bahwa setinggi-tingginya kekuasaaan yang dimiliki seorang Datu, tetap harus berdasar pada keputusan stratifikasi kelembagaan yang berada di bawahnya, sampai pada level terendah, yang justru dimana letak kedaulatan tertinggi itu berada, yaitu Orang Banyak. Demikian semestinya, karena kekuasaan Kedatuan Luwu tidaklah bentuknya monarki dan tidak bersifat absolut, tetapi lebih berindikasikan pada suatu komunitas kedatuan yang demokratis.
Apa yang coba ingin dimaknai dari rangkaian tata nilai dari peradaban komunitas Kedatuan Luwu ini, bahwa apapun yang menjadi putusan para Pemangku Adat, dan apapun yang kelak menjadi kebijakan Datu, yang selanjutnya akan dijabarkan oleh para Kepala-Kepala Keluarga Besar, sumber muaranya dari dan oleh Orang Banyak, sebagai bagian dari sistem kedatuan yang demokratis. Untuknya ”sengketa” terhadap siapa pemegang amanah kekuasaan Kedatuan Luwu yang sah dia alam kemerdekaan sekarang ini, sesungguhnya tidaklah perlu menjadi pertentangan, karena sumber aspirasinya berada pada sejauhmana kedaulatan Orang Banyak bisa diterjemahkan secara bijak oleh para Pemangku Adat, sehingga kekuasaan kedatuan benar-benar mendapatkan pengakuan dan legitimasi dari Orang Banyak.
Saatnya semua pihak dituntut lebih arif untuk kembali membangun tegaknya sebuah tata nilai, sehingga peradaban sosial komunitas Kedatuan Luwu menemukan kembali bentuknya, meskipun tidak se-ideal lagi dapat dipaksakan untuk dijelmakan seperti masa lampau, tetapi cukup dengan mentranformasikan ajaran dan nilai-nilai yang dikandungnya. Demikian karena pasca penyerahan kedaulatan Kedatuan Luwu oleh Pajung-E Andi Jemma kepada pemerintah Republik Indonesia yang sah, maka sejak itulah wilayah, kekuasaan dan kebijakan Kedatuan Luwu, secara de-jure sendirinya beralih ke dalam sistem pemerintahan formal dalam bingkai NKRI.
Tetapi meskipun demikian kejadiannya, tidak berarti bahwa setelah wilayah, kekuasaan dan kedaulatan sudah berpindah kepada pemerintahan formal, maka Kedatuan Luwu secara de-facto juga harus menghilang, tetapi dia harus tetap ada dan selalu didayakan untuk berkelangsungan dan bertumbuh kembang secara kultural, meskipun hanya sebatas simbolik. Sebab bagaimanapun bentuknya, masih kokohnya istana Kedatuan Luwu sebagai simbol pemersatu, diharapkan mampu menceritakan pada perjalanan zaman tentang adanya tata nilai yang dianut oleh komunitas masyarakat Luwu, sebagai masyarakat yang berperadaban tinggi sejak dahulu kala. Dan sebaliknya tentu akan menjadi kekeliruan besar kalau kemudian istana dan kedatuannya masih tetap dipertahankan untuk dilembagakan dengan tatus quo yang ekslusif.
Dikutip dari: Harian Palopo Pos, 01 September 2006

Tidak ada komentar: